Beberapa waktu lalu Yay ikut
final Lomba aplikasi mobile learning yang diadakan Balai Pengembangan Multimedia
pendidikan. Trus di Hotel Yay sekamar sama seorang mbak-mbak dari sebuah univ
yang dulu Yay pengen banget lanjut ke sana pasca dari DIII. Akhirnya ngobrol
dan nanya-nanya tentang univnya, jurusan di sana, sama prodi tempat dia kuliah.
Kebetulan prodinya sama prodi yang dulu pengen tak tuju. Sampailah akhirnya
cerita ke mbaknya kalau dulu udah mau daftar ke univnya dia, tapi nggak jadi
karena terus ketrima kerja di pemda. Scene selanjutnya, sebuah pertanyaan yang
bikin nelan ludah meluncur dari mulut mbaknya. “Maaf, kalau boleh tahu, emang
gaji di pemda berapa mbak?” Haha..sebuah pertanyaan yang bikin pengen koprol
sambil guling-guling. Sebenernya sejauh ini diriku belum terlalu
mempermasalahkan atau pun ambil pusing masalah gaji. Secara, gaji yang diterima
selama ini Alhamdulillah masih cukup, lebih malah. Sejauh ini Yay masih jadi
anak bungsu, jadi nggak punya tanggungan adek untuk dibiayai. Orang tua juga
Alhamdulillah usahanya masih lancar. Kerja di kota sendiri juga bikin terbebas
dari biaya kos atau pun makan harian. Jadi, yah meskipun nggak seberapa
dibanding temen-temen yang kerja di perusahaan-perusahaan gede, tapi
Alhamdulillah sejauh ini nggak sampai kebingungan masalah keuangan.
Meskipun begitu, tetep aja
pertanyaan mbaknya bikin pengen koprol sambil guling-guling. Dulu, nggak pernah
kebayang sama sekali untuk kerja di pemda. Salah satu alasan milih kuliah di
bidang IT emang karena pengen nantinya kerja di rumah aja. Tapi entah kenapa
akhirnya saya terdampar di dunia birokrasi. Prosesnya berasa cepet banget.
Tau-tau kok udah ketrima kerja dan udah nandatangani surat kesanggupan membayar
denda kalau nanti mengundurkan diri. Tapi, awal mau daftar emang udah
istikharah, meskipun baru satu kali. He..abisan antara tanggal terima ijazah,
waktu untuk melengkapi berkas dan batas akhir pendaftarannya cuma satu minggu.
Mana waktu awal-awal pengumuman kalau ditanya temen atau mbak, “Mau daftar CPNS
nggak?”, selalu aja mantep jawab, “Nggak ah”. Eh..ternyata pikiran berubah. Entahlah
apakah proses istikharahnya udah benar apa belum, tapi pasca istikharah Yay mantep
daftar dengan keyakinan, “ Kalau ini yang terbaik, ijinkan hamba lolos Rabb,
tapi kalau bukan jangan loloskan hamba”. Nah, singkat cerita trus ternyata saya
ketrima. Awal ketrima bukannya seneng kayak orang-orang lain, tapi malah
bingung. Lha hati saya condong pengen lanjut kuliah ketimbang kerja. Trus piye
iki? Masak mau lanjut daftar kuliah? Nek kuliahnya juga ketrima nanti mana yang
mau dipilih. Sebenere pengen banget kuliah lagi, karena ngrasa masih bodoh dan
telah menyia-nyiakan masa kuliah. Nggak belajar sungguh-sungguh, nggak cari
pengalaman atau pun koneksi. Pokoke masih jadi mahasiswa yang biasa banget.
Tapi nek mundur juga harus bayar denda. Nggak lucu kan nek bapak yang udah
sebegitu senengnya lihat anaknya ketrima kerja, deket rumah lagi, harus tak
mintai uang buat bayar denda. Tapi nek mau bayar sendiri, “Hwa....uang dari
mana coba?”.
Akhirnya semua proses untuk jadi
CPNS pun tak ikuti. Satu hal yang bikin hati sempet luluh adalah waktu mbak
bilang, “Kalau ibu masih ada, pasti beliau seneng lihat kamu ketrima jadi
pegawai, kerjanya deket rumah lagi”. Kata-kata itu yang akhirnya membuat
bendungan air mata di acara tasyakuran ketrima kerja yang diadain simbah jadi
runtuh. Akhirnya tak tertahan untuk mewek. Serius, setiap kali ingat atau pun
terlibat pembicaraan tentang ibu, selalu coba tak pasang wajah setegar mungkin.
He..kayak lagunya Rossa aja. Tapi malam itu, rasanya kangen banget sama beliau.
Seolah terbayang terus sama senyum bahagia beliau dan rasanya nggak tega untuk
membuat senyum itu hilang.
Awal jadi abdi negara agak kaget
juga sama dunia kerja yang jauh sama dunia kampus. Tapi Alhamdulillah jatah
ngontrak di Zahro masih berlaku setengah tahun lagi. Jadi, setiap kali kangen
nuansa kampus dan Zahro, tinggal meluncur ke Jogja, dan sekitar 30-45 menit
kemudian sampailah di kontrakan
tercinta. Saking kangennya nuansa kampus, Yay sampai ikut kursus Jarkom di
Fasnet. Meskipun akhirnya badan hampir ambruk karena pulang kerja langsung ke
Jogja, ikut kursus sampai Maghrib, trus pagi jam 6 berangkat kerja dari Zahro.
Tapi waktu itu rasanya seneng banget, ada semangat yang membara di hati dan
berbisik, “Yay, pengen melakukan perubahan, Yay pengen ilmu IT Yay kepake”. Soalnya
kerjaan Yay emang sejauh ini masih belum begitu nyambung sama bidang ilmu waktu
kuliah.
Kalau taraf ekstrimnya adalah
waktu instansi tempat Yay kerja mau pecah. Waktu itu terbersit harapan pengen
kerja di bidang yang lebih bermanfaat. Pengen kerja di Badan Penanggulangan
Bencana aja. Kayaknya kalau di sana kerjanya lebih kelihatan (baca: indikator
keberhasilan kerjanya dapat diukur secara kuantitatif) dan kerjanya pun bantu
orang jadi lebih bermanfaat. Soale diriku waktu itu memandang Kantor Kes*****
Bang** dan Pol**** itu kerjanya terlalu abstrak dan nggak kelihatan hasilnya di
masyarakat. Mana nggak banyak orang yang tau. Setiap kali ditanya kerja di
mana, suka repot jelasinnya. Itu kantornya ngurusin apa? Tempatnya di mana?
Kamu kerja di bagian apanya? Waktu itu sampai merasa hopeless, nagis di kamar
sambil dikunciin dan selama hampir sebulan berangkat kerja lebih siang dan
tanpa gairah. Haha..ngakak kalau ngenang episode ini, lebay banget. Pokoke berasa
hampa banget dan ternyata beberapa orang yang ditempatin satu instansi bareng
Yay ternyata punya ‘catatan’ di arsip kepegawaiannya. Jadilah Yay merasa
seperti Jang Geum yang dibuang ke kebun istana. Tapi justru kemudian Yay
belajar dari Jang Geum. Di mana pun kamu berada, lakukan yang terbaik dan
biarkan takdir memilihkan jalan terbaiknya bagi kita untuk menuju cita-cita.
Mulailah Yay semangat bekerja. Karena Alhamdulillah di Kantor baru kerjaan Yay
lebih terlihat, nggak abstrak banget.
Kembali ke scene sesaat setelah
mbak-mbaknya nanya, “Emang di pemda gajinya berapa?” Setelah mendengar
pertanyaan itu pikiran Yay melayang ke lembaran-lembaran kegiatan yang uda Yay
ikutin selama pulang ke rumah. Gaji Yay mungkin nggak seberapa, kerjaan Yay
juga masih gitu-gitu aja. Tapi selama pulang kampung Yay merasakan ada begitu
banyak pengalaman berharga yang belum pernah Yay alami sebelumnya. Stagnansi
yang begitu dibenci itu membawa Yay ikut pelatihan e-government di gedung
BPRTIK Kemenkominfo. Impian buat ke Jakarta gratis pun terwujud, meskipun cuma lewat
doang, karena sekarang Ciputat udah masuk Banten, bukan Jakarta. Meskipun belum
banyak yang bisa Yay aplikasikan, tapi pelatihan itu akan menjadi unforgetable moment dalam perjalanan Yay
meraih mimpi. Inget scene lebay lainnya waktu di gedung BPRTIK. Jadi, waktu
sarapan, diputerinlah sebuah lagu dorama Jepang jadul yang dulu Yay sukaaa...banget.
Waktu jalan dari kafetaria menuju kamar, tempo terasa melambat. Sayup-sayup
lagu “True Love” OSTnya Ordinary People terdengar. Tiba-tiba
langkah kaki jadi begitu bersemangat dan seolah mahkota-mahkota sakura
beterbangan mengiringi langkah kaki ini. Ah, Jepang...yang sudah diimpikan
sejak SMP terasa begitu dekat saat itu.
Cerita beralih ke scene unforgetable moment lainnya. Meskipun kadang jengkel, Yay juga
ngasa seneng banget bisa kenal dan deket sama adek-adek TPA. Sekarang, kalau
ketemu anak kecil di jalan suka ada yang nyapa, “Mbak Tia..” Bahkan pernah dibuat
terharu sama seorang gadis manis yang ngejar waktu Yay pamit pergi dari acara
Ta’jilan untuk dateng Buber sama temen-temen SMA. Gadis kecil itu bilang, “Mbak
Tia jangan pergi”, sambil megang tanganku seolah dia nggak mau ditinggalin.
Hiks..terharu..
Ah, kenangan-kenagan itu. Yay
juga mulai suka kangen sama tingkah manja dan kritisnya adek-adek mentoring
SMA. Yay juga suka kangen kebersamaan dengan temen-temen remaja masjid. Yay
seneng punya kesempatan foto bareng sama temen-temen IPNU dan IPM. Sebuah
pengalaman berharga juga bisa melakukan pemantauan di daerah pedesaan Magelang
yang belum pernah Yay datengin sebelumnya.
Bisa ikut final lomba tingkat
Nasional juga pengalaman baru yang sangat berharga. Magelang, tempat ini
terlalu banyak menyisakan memori. Yay masih bercita-cita untuk bisa lanjut
study ke luar negri, tapi rasanya Yay harus mempersembahkan sesuatu untuk tanah
kelahiran ini. Yay pengen seperti Jang Geum yang bisa meraih cita-citanya,
bahkan mendapatkan yang lebih. Meskipun ia harus melewati begitu banyak
rintangan dan jalan takdir yang tidak seperti orang biasa. Lakukanlah yang
terbaik, dan biarkan takdir memilihkan jalan terbaik bagi kita untuk meraih
mimpi.
Semoga bukan sekedar gaji yang
Yay kejar, tapi Yay ingin bisa mempersembahkan perubahan ke arah yang baik
untuk tanah yang di kelilingi gunung ini.
1 Muharam 1434 H, Boemi Maha
Gelang
[phi]
0 comments:
Post a Comment